Fakta Polemik Kapal Asing di Perairan Natuna

Fakta Polemik Kapal Asing di Perairan Natuna – Polemik Kapal Ikan Asing (KIA) mulai dari Vietnam, Thailand, dan China melakukan pencurian ikan di perairan Natuna, bukan sebuah perkara baru lagi. Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Bupati Natuna Hamid Rizal.

Diakuinya, pencurian ikan tersebut sudah berlangsung lama sekali, dan sekarang kalau tidak ada kapal pengawasan di perbatasan, nelayan – nelayan asing menggunakan kapal ikan dengan GT diatas 30 masuk ke wilayah Natuna dengan merajalela. idnplay

Bahkan saat ini, kapal penangkap ikan dan kapal penjaga pantai (coast guard) China berada di laut Natuna. Tentunya, hal ini banyak mendapatkan kecaman dari berbagai pihak. Terlebih lagi, batas perairan Natuna yang dilanggar China merupakan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.

Namun, Panglima Komando Gabungan Pertahanan (Pangkogabwilhan) I TNI Laksamana Madya TNI Yudo Mrgono menegaskan tidak akan perang di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, meyusul masuknya kapal penjaga pantai China itu.

Berikut ini adalah fakta polemik kapal asing di perairan Natuna

1. Bukan hal baru kapal asing mencuri ikan di Natuna

Fakta Polemik Kapal Asing di Perairan Natuna

Bupati Natuna Hamid Rizal mengatakan, bukan hal baru jika Kapal Ikan Asing (KIA) masuk ke Perairan Natuna untuk mencuri ikan. Jika tak ada kapal pengawasan di perbatasan, nelayan-nelayan asing akan masuk dan mencuri ikan dengan menggunakan kapal ikan di atas GT 30. Berdasarkan catatan Badan Keamanan Laut (Bakamla), jejak terakhir kapal nelayan asing masuk ke perairan Natuna pada akhir tahun lalu. Sambungnya, sebelumnya juga ada catatan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang menemukan aksi pencurian ikan oleh kapal asing pada pertengahan Maret 2019. “Untuk jumlah seluruhnya saya belum mendapatkan angkanya, namun bisa dilihat dari jumlah KIA yang berhasil ditangkap dan ditenggelamkan, seolah mereka tidak takut dengan hukum dan aturan pemerintah Indonesia,” ujarnya melalui sambungan telepon. https://americandreamdrivein.com/

2. KIA tak ada kapoknya

Hamid mengatakan, ia mendukung apapun keputusan pemerintah pusat terkait penanganan konflik polemik Natuna dengan China. Bahkan ia juga memberi dukungan penuh kepada TNI dan Kementerian Pertahanan untuk menggelar kekuatan yang lebih besar di Natuna agar KIA tidak menencuri ikan. Namun, ia juga berharap pengamanan yang dilakukan pemerintah jangan sampai di sini saja, dan bila perlu ada bentuk kegiatan yang berkesinambugan yang dilakukan di laut terdepan di Indonesia. “Sebab sudah banyak sumber daya alam di laut Natuna dijarah dengan KIA yang terkesan tidak ada kapoknya meskipun sudah ditangkap dan ditenggelamkan,” katanya.

3. Tiga kapal milik China masih berada di laut Natuna

Fakta Polemik Kapal Asing di Perairan Natuna

Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I Laksdya TNI Yudo Margono mengatakan, saat ini masih ada tiga kapal China yang berada di timur Laut Natuna. Tiga kapal itu terdiri dari dua kapal Coast Guard China dan satu kapal pengawasan perikanan milik pemerintah China. Tiga kapal itu, Kata Yudo, sedang melakukan pengawasan terhadap KIA China yang sedang menangkap ikan secara ilegal di perairan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) milik Indonesia. Kapal-kapal itu, sambungnya, tidak mau pergi dari wilayah timur Laut Natuna meskipun dua unsur kapal Bakamla telah melakukan komunikasi, dan mereka tetap bertahan. Untuk mengusir kapal-kapal tersebut, kata Yudo, pihaknya pun akan menambah dua kapal lagi untuk memaksimalkan pengusiran. “Kemarin ada empat kapal yang turun ke lokasi untuk mengusir, dan saat ini kami tambah dua kapal lagi untuk memaksimalkan pengusiran,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com.

4. Yudo: Tidak ada batas waktu untuk mengusir kapal China

Yudo mengatakan, tidak ada batas waktu toleransi untuk mengusir kapal milik China yang memasuki wilayah kedaulatan Indonesia. “Dalam hal ini, tidak ada batas waktu, karena itu operasi sehari-hari yang digelar di Natuna. Karena tingkat kerawanannya maka kami tingkatkan pengamanannya. Jadi batas waktunya, ya sampai mereka keluar dari wilayah kedaulatan Indonesia,” katanya. Bahkan, untuk menyelesaikan permasalahan ini, Yudo pun memutuskan untuk berkantor sementara di Natuna, menyusul masuknya nelayan dan penjaga pantai China di perairan wilayah perbatasan itu. Dikutip dari Antara, ia mengatakan, Natuna masuk dalam wilayah kerja Kogabwilhan I sehingga dia bisa berkantor di sana. “Wilayah Natuna masuk wilayah kerja Pangkogabwilhan I, saya bisa berkantor di Natuna, bisa berkantor di Tanjungpinang,” katanya.

5. Tegaskan tak akan perang di Natuna

Menyusul masuknya kapal penangkap ikan dan kapal penjaga pantai (Coast Guard) China ke wilayah Perairan Natuna. Yudo pun menegaskan tidak akan perang di Kabupaten Natuna, Kepualaun Riau. “Tidak akan perang, itu terlalu dibesar-besarkan,” kata dia kepada wartawan di Natuna, Sabtu (4/1/2020), seperti dikutip dari Antara. Ia mengatakan, hubungan strategis yang selama ini terjalin baik antara Indonesia dan China akan tetap dipertahankan. Masih dikatakannya, justru keberadaan kapal penjaga pantai dan pencari ikan China di ZEE Indonesia dinilai memancing suasana menjadi keruh. Padahal, kata Yudo, Pemerintah China sudah mengakui bahwa perairan itu adalah ZEE Indonesia. “Sekarang, dua tahun kemudian mengingkari dengan mendatangkan coast guard’,” katanya.

6. Menhan diminta perkuat persenjataan Bakamla

Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi NasDem Muhammad Farhan, meminta Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto untuk memperkuat persenjataan dan wewenang Badan Keamanan Laut (Bakamla), karena maraknya KIA yang masuk ke perairan Natuna, Kepualaun Riau, Dikatakannya, Komisi I DPR sendiri memiliki lingkup tugas di bidang pertahanan, luar negeri, komunikasi dan informatika, serta intelijen. “Kita (Komisi I) sangat mendukung salah satu poin penting pada rapat Kemenkopolhukam, Menhan Prabowo Subianto telah menyarankan untuk mengubah Permenhan yang memberikan wewenang Bakamla untuk memperkuat senjata yang diharapkan dapat memperkuat pengamanan kedaulatan wilayah laut NKRI,” kata Farhan melalui rilis ke Kompas.com

7. Luas lautan capai 99 persen

Kepulauan Natuna sempat masuk dalam wilayah Kerajaan Pattani dan Kerajaan Johor di Malayasia. Namun pada abad ke-19, Kepulauan Natuna masuk ke penguasaan Kedaulatan Riau dan masuk wilayah Kesultanan Riau. Saat Indonesia merdeka, delegasi dari Riau menyerahkan kedaulatan pada Republik Indonesia yang berpusat di Pulau Jawa. Kepulauan Natuna berada di Provinsi Kepulauan Riau dan berbatasan langsung dengan Laut China Selatan. Pemerintah Indonesia telah resmi mendaftarkan Kepulauan Natuna sebagai wilayah kedaulatan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 18 Mei 1965.

Natuna memiliki potensi bahari yang cukup besar dengan luas laut mencapai 99 persen dari total luas wilayahnya. Dilansir dari pemberitaan Kompas.com pada 4 Januari 2020, pada tahun 2011 potensi sumber daya ikan laut Natuna mencapai 504.212,85 ton per tahun atau sekitar 50 persen dari potensi Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP RI) 711 di Laut Natuna. Pada tahun 2014, pemanfaatan produksi perikanan tangkap Natuna mencapai 233.622 ton atau 46 persen dari total potensi lestari sumber daya.